July 25, 2008

Change only the things we can


Seorang recovering addict pernah bertanya ke saya, "Sulit untuk saya bisa menjalani recovery, karena setiap kali saya coba untuk berubah selalu akhirnya gagal, tidak pernah sekalipun mendekati keberhasilan". Saya tanyakan kembali apa yang coba ia ubah, dan jawabannya cukup menjelaskan kenapa ia tidak bisa maju dalam proses perubahannya: Karena ia mencoba untuk merubah lingkungan dan orang-orang disekitarnya.

Saya rasa sangat sulit untuk kita dapat merubah orang lain selain diri sendiri. Memang, dalam recovery lingkungan dan orang yang berhubungan dekat dengan kita pasti merupakan suatu elemen yang penting untuk dijaga. Bukan hubungan yang dijaga, tapi bentuk dan sifat dari kedua komponen itu, seperti 'dimana' dan 'siapa'.

Saya katakan kepada orang tadi, "It's useless to try to change your surroundings, you might try, but there's a huge possibility that you will end up sorrow". Ia lalu menjawab bahwa berada di lingkungan dan sekitar orang yang tidak supportive membuat ia m
enjadi tidak dapat maksimal menjalani recovery.

Ini sangat betul, dan ini yang selalu terjadi dimanapun ada recovering addict. Recovering ad
dict yang berada di tengah-tengah lingkungan dan orang-orang yang tidak mendukung (atau tidak paham) recovery jelas merugikan. Tapi mencoba merubah mereka lebih merugikan lagi.

Instead, we could try to move to someplace more emphatic to our needs. And that is why we have recovery centers.. really! Berada di lingkungan yang mengerti kebutuhan kita jelas menguntungkan, walau tidak berarti lebih mudah (karena akan banyak terpaksa melakukan hal-hal tidak kita ingini). Tapi ini akan jauh lebih mudah daripada kita berbakti untuk merubah lingkungan.

Semakin banyak waktu dan tenaga kita curahkan untuk mengubah sesuatu yang sulit untuk kita ubah, dan tidak dalam kuasa kita untuk merubah, maka semakin banyak kesempatan baik akan hilang. Jadi jangan coba untuk merubah orang lain, atau lingkungan. Ubah diri sendiri. Bekali diri sendiri dengan strength and wisdom dimana ketika kita kembali berada di lingkungan dan orang-orang yang tidak mendukung recovery, kita tetap akan bertahan dan berkembang dari waktu-ke-waktu.

"God, grant me the Serenity to Accept the things we cannot change, the Courage to Change the things we can and the Wisdom to Know the difference."
(serenity prayers, Reinhold Niebuhr)

July 23, 2008

The missing 'action'

Hello, there! Sorry for the absence, really got a lot to do lately. It seems like 24 hour a day is not enough! Dalam waktu 'bertapa' kemarin-kemarin ini, saya sangat disibukan dengan berbagai persoalan kerja dan juga pencarian solusi untuk menanggulangi berbagai masalah tersebut. It ain't easy, let me tell you that. Namun banyak yang saya pelajari, dan itu merupakan pelajaran yang sangat berarti. Salah satu yang saya sadari dalam kebiasaan manusia, dalam hal ini (atau blog ini) adalah recovering addicts yang sering sekali sulit untuk bergerak melakukan sesuatu, walaupun sebenarnya itu adalah ide atau kemauannya sendiri.

Recovering addict keluar dari program dengan penuh harapan. Harapan akan terjadinya sesuatu yang lebih baik di waktu ini dan yang akan datang. Bekerja, kembali kuliah ataupun aktif di organisasi merupakan pilihan terbanyak dari para lulusan program. Namun, sayangnya hanya sedikit yang berhasil mangatasi barrier yang terbesar: motivasi diri.

Ini sebenarnya turut dilatih dan diberikan pengarahan selama mengikuti program, namun sering sekali saya perhatikan, program itu pun tidak konsisten dalam melaksanakan ajarannya. Contoh yang paling mudah terlihat adalah lacking of aftercare program. Di banyak pusat rehabilitasi, ternyata aftercare program ini menjadi suatu yang kurang penting dibanding primary maupun re-entry program.

Banyak alasannya, mungkin disebabkan oleh sulitnya menarik bayara
n dari para alumnus sehingga program ini menjadi kurang menarik bagi manajemen, tidak adanya tenaga terlatih untuk menangani alumnus, dan masih banyak alasan lain. Yang paling menakutkan adalah pemikiran bahwa continuity program cukup sampai di re-entry, dan aftercare tidak penting.

Selama mengikuti program rehabilitasi, recovering addict mengikuti begitu banyak aturan dan jadwal yang telah terintegrasi dalam program harian, dimana mereka harus mengikuti susunan tersebut. Dalam hal ini memang perkembangan kreatifitas tidak perlu dibahas. Lagipula, ini adalah program rehabilitasi, bukan IKJ. Tapi apa yang hilang, dan sering sekali overlooked adalah hilangnya motivasi diri untuk membuat sesuatu yang tidak termasuk tugas-nya, atau tidak terjadwal. Inilah yang kemudian sering menyebabkan para alumnus memiliki kepribadian yang 'tunggu bola'. Seringkali kepribadian ini menyebabkan 'penyakit kemalasan'.

Seperti yang pernah saya tulis di blog pribadi saya (dario fauri's sunday jazz: positive thinking and positive action), bahwa ide-ide menarik yang sebenarnya bagus dan dapat di implimentasikan akan berakhir hampa tanpa kehadiran motivasi diri ini. Semangat, keceriaan, harapan yang timbul pada saat pembicaraan maupun perencanaan hilang, karena semua hal itu berakhir sampai disana, sampai di pembicaraan dan perencanaan namun tidak ada yang melakukan. Seperti ilustrasi lucu dibawah ini:

This is a story about four people: Everybody, Somebody, Anybody, and Nobody.
There was an important job to be done and Everybody was asked to do it.

Everybody was sure Somebody would do it. Anybody could have done it, but Nobody did it.
Somebody got angry about that because it was Everybody's job.
Everybody thought Anybody could do it, but Nobody realized that Everybody wouldn't do it.

It ended up that Everybody blamed Somebody when actually Nobody asked Anybody.


Seperti ungkapan yang saya tulis di salah satu posting saya di blog pribadi
(dario fauri's sunday jazz: positive thinking and positive action), bahwa sangat penting untuk memiliki positive thinking, namun tidak berarti tanpa positive action. Positive thinking without positive action is positively nothing!.

Procrastination would lead us nowhere. Tidak ada hal y
ang tercapai tanpa kita benar-benar melakukannya. Even when it seemed impossible, our motivation and action will lead us somewhere to the land of possibilities. Hal ini telah terjadi ke banyak orang, banyak role model yang dapat dijadikan panutan mengenai hal ini. Michaelangelo tidak pernah melukis di atap sebelumnya, apabila ia tidak memotivasi diri untuk melakukan apa yang dirasa sebagai sesuatu yang sangat sulit, maka kita tidak akan pernah melihat Sistine Chapel begitu indah.


Apa yang sebenarnya membuat kita begitu sulit untuk memulai melaksanakan sesuatu, itu diluar dari ilmu pengetahuan saya. Yang dapat saya sadari adalah bahwa hal tersebut yang begitu sulit saya hilangkan, dan saya bekerja sangat keras untuk mempertahankan kemalasan tersebut untuk tidak kembali lagi. Penjelasan ilmiahnya, silahkan comment bagi yang paham. Atau mungkin anda ada pemikiran tersendiri mengenai hal ini?

July 5, 2008

Moving on with our recovery


Hari ini saya janjian dengan 2 teman, yang dulunya merupakan clients dari salah satu pusat rehabilitasi dimana saya menjadi counselor. Sebenarnya pertemuan di salah satu tempat ter-cozy di Kemang itu untuk membahas project yang mungkin akan kami lakukan bersama, namun setelah itu selesai kami mulai membicarakan mengenai recovery, baik recovery kami masing-masing maupun secara umum, dan apa yang terbaik yang harus diterapkan oleh para recovering addicts dalam menjaga keabsahan recovery-nya.

We had a great talk, something that I haven't done in such a long time. Ini mengingatkan saya bahwa pertemuan seperti ini tetap perlu untuk dilakukan secara berkala, dan rutin. Mungkin tidak perlu membahas hal-hal yang terlalu berat, atau bahkan tidak harus melulu membahas recovery, but being in a place with them makes me feel right. We should do it more often.

Kami membahas mengenai subjek yang saya bahas diawal blog ini, 'the pressure of recovery'. Seluruh pendapat dari kami bertiga mengamini bahwa salah satu hal yang terberat dalam menjalani recovery justru terletak pada 'beban recovery' itu sendiri. Doktrin-doktrin yang kami dapatkan selama dalam program, yang kemudian tidak terbina secara baik dengan pengertian-pengertian mengenai kehidupan normal setelah treatment membuat doktrin tersebut parkir terlalu lama dalam mental kami, sehingga recovery itu sendiri menjadi everest yang harus kami daki. And we were not a professional climber!

Disadari oleh kami bertiga, apa yang menyebabkan kami dapat bertahan sampai saat ini, justru melalui maturity level yang benar dan jujurlah, recovery dapat dijalani secara 'santai dan apa adanya', tanpa harus dibebani dengan berbagai peraturan yang demikian ketat. Ini benar, cukup lama saya merasakan tertekan oleh berbagai peraturan, , 'all the donts', yang tanpa kompromi mulai secara perlahan mengikis kehidupan sosial saya semenjak menjalani program, bahkan lama setelah menyelesaikan program.

Berkumpul dan bersahabat dengan sesama rekan dalam program jelas merupakan suatu hal positif -selama sama-sama sober-, namun ini tidak boleh sampai menutup pintu kita untuk menjalin ikatan sosial dengan lingkungan diluar komunitas itu. Fakta yang dapat saya perhatikan, bahwa justru mereka yang kembali ke siklus adiksi adalah mereka yang 'playing safe' dengan hanya bergaul dengan sesama recovering addicts. Malah, pada tahap yang lebih parah, hanya bergabung dengan recovering addicts yang berasal dari program atau institusi yang sama. Yang lain semua salah dan semua berbahaya.

Sebenarnya, perilaku tersebut dapat dikategorikan sebagai progress yang stagnan, tidak memiliki perkembangan. Mereka berpikir bahwa dengan selalu berada dalam lingkaran komunitas, maka ia akan baik-baik saja. Ini tidak sepenuhnya salah, karena toh memang komunitas recovering addicts sangat mengerti satu dengan lainnya, namun apabila kehidupan sosial individu yang sudah menyelesaikan program tidak berkembang dan berkumpul dengan 'yang itu-itu juga', sampai pada suatu titik jenuh ia akan kesulitan untuk mempertahankan recovery-nya. Banyak contoh yang dapat dilirik yang berkenaan dengan hal ini.

Sesuai dengan inti hidup pada umumnya, keseimbangan adalah kunci dari kehidupan yang harmonis. Hal ini diungkapkan oleh Indri Makki Iskak dalam bukunya yang membahas mengenai equilibrium (belum rampung saya baca, review menyusul), bahwa apa yang patut dicari seseorang dalam hidup adalah mencari keseimbangan. Dalam ilmu cina yang sudah begitu lama dipercayai, mungkin inilah yang disebut sebagai Yin-Yan.

Begitu juga pada recovery dan sosialisasi individu yang menjalaninya. When you're there, you should be there. Buat apa kita jalan ditempat atau malah mundur dengan mengasingkan diri? Pada waktu kita harus naik ke anak tangga berikutnya, dengan challange yang berbeda, kita harus bergantung pada maturity level kita untuk menilai dimana harus menempatkan diri. Kadang memang menakutkan, but fear is tissue thin, you'll get pass after a single strike. Pertanyaannya adalah mau atau tidak mau...


Blogged with the Flock Browser

July 3, 2008

One step at a time

Saya berbicara dengan banyak recovering addict selama menjadi substance abuse counselor di beberapa pusat rehabilitasi, maupun secara personal. Sama seperti manusia pada umumnya, recovering addict-pun memiliki mimpi dan tujuan hidup. "Aku ingin membalas kesabaran orang-tuaku dengan memberikan total abstinence dan tidak pernah lagi menyentuh narkoba maupun alkohol". Atau, "Saya sudah begitu lama menyusahkan orangtua, saya akan memberikan mereka support finansial sekarang juga". Begitu sering saya dengar ini, dan tidak pernah sekalipun saya memandang mereka dengan tutup mata pirate.

Yang mungkin sedikit saya overlook adalah, bahwa kerap dalam menyatakan tujuan dan mimpinya, para rekan-rekan recovering addict (sekali lagi, tujuan penulisan ini adalah para recovering addict, yang sangat mungkin terjadi juga di masyarakat pada umumnya, akan tetapi saya akan tetap berfokus pada recovering addicts) mengungkapkan apa yang 'muluk-muluk' atau yang jauh diatas kemampuannya saat itu. Ini juga sebenarnya tidak salah, karena sudah seharusnya kita menentukan mimpi setinggi langit, 'gimana nyampenya entar aja deh'..

Namun kesadaran akan adanya proses itulah yang a bit missing dari para rekan-rekan ini. Proses menuju pencapaian tujuan pasti ada, dan akan selalu ada. Dalam proses itu sendiri, akan terdapat masa-masa dimana segalanya seperti datang sendiri ke diri kita, namun juga ada fase yang tidak bersahabat. Keseluruhan pengalaman itulah yang disebut sebagai sebuah proses menuju tujuan akhir. Ini dia yang sering kurang dimengerti oleh recovering addicts, yang sebenarnya mungkin disebabkan oleh semangat yang demikian kuat untuk segera mengejar ketinggalannya selama beberapa lama hidup dalam rotasi yang tidak produktif. Juga kebiasaan menerapkan quick fix mentallity. seperti artikel sebelumnya.

Yang menjadi masalah dengan ketidaksadaran akan proses ini, adalah besarnya kemungkinan 'patah-arang' ketika fase proses memasuki keadaan yang sulit. Saya melihat tingkat relapse yang tinggi, karena salah satu alasan adalah ketidaksabaran orang yang menjalaninya untuk mencapai tahapan-tahapan dalam recovery, sehingga melompati banyak stages. Contohnya, seseorang begitu percaya diri ia sudah dapat mengatasi craving ketika berhadapan dengan teman-teman lamanya yang juga pemakai, ia menemui mereka dengan tujuan mulia untuk mengajak mereka berhenti abusing, namun berakhir dengan menemukan dirinya yang justru 'dimuliakan' kembali oleh komunitas itu. Itu hanya satu contoh. Contoh lain adalah ketidaksabaran mendapatkan banyak uang sebagai tolak-ukur karir, yang berakibat ketidak-efektifan dalam memilih career path.

Kita harus menyadari bahwa dalam mencapai suatu tujuan, pasti terdapat komponen yang tidak berpihak pada kita. Namun kembali lagi, semua itu hanyalah bagian dari proses yang selalu ada, dan pada akhirnya (seperti artikel saya sebelumnya) akan membuat hasil yang didapat lebih manis.

Begitu juga dalam kehidupan dengan konteks yang lebih luas. Bisnis, misalnya. Sulit sekali untuk mendapatkan profit tepat 1 hari setelah project dimulai. Tentu, ini bergantung pada besarnya project tersebut, namun proses tetap selalu ada, yang tidak mungkin untuk dicapai dalam waktu singkat dan melewati proses-proses yang memang harus dilewati. Kecuali kejatuhan uang dari langit, hal ini cukup besar kemungkinan 'tidak mungkin'-nya.

Hal ini perlu, dan penting untuk disadari. Karena ketidakberhasilan dalam mencapai tujuan secara singkat, tanpa kesadaran akan adanya proses akan membuat semangat dan fokus menuju tujuan tersebut sirna, dan secara perlahan atau langsung akan mematikan keinginan untuk mencapai tujuan itu. Semua kisah sukses menjelaskan pada kita tentang pentingnya sebuah proses, dan kesuksesan dalam mencapai tujuan ditentukan oleh determinasi kita dalam meraih sukses tersebut, salah satunya adalah kesadaran bahwa pasti terdapat 'ups and downs' dalam proses yang dijalani.

Blogged with the Flock Browser