July 3, 2008

One step at a time

Saya berbicara dengan banyak recovering addict selama menjadi substance abuse counselor di beberapa pusat rehabilitasi, maupun secara personal. Sama seperti manusia pada umumnya, recovering addict-pun memiliki mimpi dan tujuan hidup. "Aku ingin membalas kesabaran orang-tuaku dengan memberikan total abstinence dan tidak pernah lagi menyentuh narkoba maupun alkohol". Atau, "Saya sudah begitu lama menyusahkan orangtua, saya akan memberikan mereka support finansial sekarang juga". Begitu sering saya dengar ini, dan tidak pernah sekalipun saya memandang mereka dengan tutup mata pirate.

Yang mungkin sedikit saya overlook adalah, bahwa kerap dalam menyatakan tujuan dan mimpinya, para rekan-rekan recovering addict (sekali lagi, tujuan penulisan ini adalah para recovering addict, yang sangat mungkin terjadi juga di masyarakat pada umumnya, akan tetapi saya akan tetap berfokus pada recovering addicts) mengungkapkan apa yang 'muluk-muluk' atau yang jauh diatas kemampuannya saat itu. Ini juga sebenarnya tidak salah, karena sudah seharusnya kita menentukan mimpi setinggi langit, 'gimana nyampenya entar aja deh'..

Namun kesadaran akan adanya proses itulah yang a bit missing dari para rekan-rekan ini. Proses menuju pencapaian tujuan pasti ada, dan akan selalu ada. Dalam proses itu sendiri, akan terdapat masa-masa dimana segalanya seperti datang sendiri ke diri kita, namun juga ada fase yang tidak bersahabat. Keseluruhan pengalaman itulah yang disebut sebagai sebuah proses menuju tujuan akhir. Ini dia yang sering kurang dimengerti oleh recovering addicts, yang sebenarnya mungkin disebabkan oleh semangat yang demikian kuat untuk segera mengejar ketinggalannya selama beberapa lama hidup dalam rotasi yang tidak produktif. Juga kebiasaan menerapkan quick fix mentallity. seperti artikel sebelumnya.

Yang menjadi masalah dengan ketidaksadaran akan proses ini, adalah besarnya kemungkinan 'patah-arang' ketika fase proses memasuki keadaan yang sulit. Saya melihat tingkat relapse yang tinggi, karena salah satu alasan adalah ketidaksabaran orang yang menjalaninya untuk mencapai tahapan-tahapan dalam recovery, sehingga melompati banyak stages. Contohnya, seseorang begitu percaya diri ia sudah dapat mengatasi craving ketika berhadapan dengan teman-teman lamanya yang juga pemakai, ia menemui mereka dengan tujuan mulia untuk mengajak mereka berhenti abusing, namun berakhir dengan menemukan dirinya yang justru 'dimuliakan' kembali oleh komunitas itu. Itu hanya satu contoh. Contoh lain adalah ketidaksabaran mendapatkan banyak uang sebagai tolak-ukur karir, yang berakibat ketidak-efektifan dalam memilih career path.

Kita harus menyadari bahwa dalam mencapai suatu tujuan, pasti terdapat komponen yang tidak berpihak pada kita. Namun kembali lagi, semua itu hanyalah bagian dari proses yang selalu ada, dan pada akhirnya (seperti artikel saya sebelumnya) akan membuat hasil yang didapat lebih manis.

Begitu juga dalam kehidupan dengan konteks yang lebih luas. Bisnis, misalnya. Sulit sekali untuk mendapatkan profit tepat 1 hari setelah project dimulai. Tentu, ini bergantung pada besarnya project tersebut, namun proses tetap selalu ada, yang tidak mungkin untuk dicapai dalam waktu singkat dan melewati proses-proses yang memang harus dilewati. Kecuali kejatuhan uang dari langit, hal ini cukup besar kemungkinan 'tidak mungkin'-nya.

Hal ini perlu, dan penting untuk disadari. Karena ketidakberhasilan dalam mencapai tujuan secara singkat, tanpa kesadaran akan adanya proses akan membuat semangat dan fokus menuju tujuan tersebut sirna, dan secara perlahan atau langsung akan mematikan keinginan untuk mencapai tujuan itu. Semua kisah sukses menjelaskan pada kita tentang pentingnya sebuah proses, dan kesuksesan dalam mencapai tujuan ditentukan oleh determinasi kita dalam meraih sukses tersebut, salah satunya adalah kesadaran bahwa pasti terdapat 'ups and downs' dalam proses yang dijalani.

Blogged with the Flock Browser

No comments: